Proporsi politik saat ini dinilai tidak terlalu
menguntungkan bagi capres NasDem, Anies Baswedan. Koalisi pemerintahan
mengepungnya sehingga Ganjar Pranowo relatif diuntungkan. Secara khusus,
Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) memberi sinyal bahwa bukan Anies usungan
mereka.
Selain Airlangga Hartarto dengan elektabilitas
capres agak di bawah, nyaris tak ada figur yang bisa didorong dari KIB.
Artinya, ada peluang KIB bergabung dalam barisan pendukung Ganjar. Opsi
lainnya, mendukung Prabowo Subianto. Atau bahkan bisa saja mendukung keduanya
jika skema paket Prabowo-Ganjar terbentuk.
Airlangga Hartarto, Ketua Umum Golkar, bahkan
secara tegas mengungkapkan tidak akan mengusung figur yang membawa politik
identitas. Selama ini, hanya Anies yang selalu dikaitkan dengan terminologi
itu, bermula dari Pilgub DKI. Meski sebetulnya, semua kubu memiliki politik
identitas.
Hanya, pernyataan Ailangga itu dinilai sebagai
bentuk propaganda belaka. Sekaligus sinyal bahwa KIB tidak akan mengusung Anies
Baswedan sebagai capres. "Jadi pernyataan ini punya dua sisi," ujar analis
politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Andi Ali Armunanto, Senin, 7 November.
Pernyataan itu dianggap sebagai propaganda
untuk mendiskreditkan Anies dengan mengasosiasikannya sebagai figur politik
identitas. Atau perilaku yang berkaitan dengan politik identitas karena memang
pendukung Anies adalah komunitas muslim garis keras.
Pernyataan itu juga menjadi sinyal bagi
kelompok koalisi NasDem bahwa KIB tidak akan mengusung figur yang sama. Mereka
juga menjadikan momen untuk menciptakan polarisasi politik bahwa mereka tidak
suka dengan yang terjadi pada 2019.
Juga sekaligus kode bahwa KIB akan memilih
kandidat yang tidak punya sejarah identitas politik. Siapa itu? Yang tersedia
sekarang hanya tiga figur capes: Anies, Prabowo, dan Ganjar. Sementara, Anies dan
Prabowo sama-sama punya riwayat identitas. "Jadi kalau kita lihat, kalau
bukan dua ini, siapa lagi? Pasti Ganjar," jelas Ali.
Hal ini juga menjadi bargaining untuk dua
partai lain yang disebut segera bergabung ke KIB. Jika itu terjadi, kemungkinan
hanya dua atau tiga paket saja yang bertarung di Pilpres 2024. Sekarang yang
belum jelas arahnya tersisa PDIP sehingga bisa saja yang dimaksud partai yang
akan bergabung itu adalah PDIP.
Bagaimana dengan Anies yang terus diserang?
Menurut Ali pola kampanye saat ini ada dua, yaitu positif dan negatif.
"Dan itu tidak terjadi di Anies saja," jelasnya.
Di sejumlah media online, misalnya, ada yang
kelihatan sekali keberpihakan kepada Anies dengan berusaha membongkar aib
Ganjar dengan memuji Anies. Kemudian beberapa jaringan surat kabar yang
berafiliasi ke Anies, memberitakan positif buat Anies dan negatif bagi Ganjar.
Sebaliknya koran berafiliasi ke Ganjar juga
demikian. Lalu kemudian banyak mempromosikan Ganjar dan seterusnya yang bahkan
universitas di Pulau Jawa ikut juga seperti itu dengan membawa nama alumni.
Itulah yang menciptakan pola-pola kampanye.
Akan tetapi, hal yang seperti ini hanya akan
berefek pada pemilih baru yang mendapat informasi kurang bagus, atau kemampuan
menyaring informasi yang kurang akan memengaruhi opininya. "Tapi orang
yang sudah mampu menyaring informasi, akses informasi berimbang, maka tidak
akan terpengaruh," tegasnya.
Secara ideal, politik identitas memang tidak
boleh menjadi basis memobilisasi dukungan politik dalam demokrasi yang rasional.
Akan tetapi, sekarang ini makna politik identitas telah direbut dan ditafsir
secara tunggal oleh kelompok politik tertentu.
0 komentar:
Posting Komentar