Pergeseran
perilaku masyarakat akibat pandemi telah mendorong ekspansi penggunaan
teknologi digital dalam berbagai lini, termasuk pada aktivitas perekonomian
yang ditunjukkan dengan penggunaan situs belanja online oleh 87,1% masyarakat
di usia produktif. Pesatnya perkembangan digitalisasi tersebut telah mampu
menghantarkan Indonesia sebagai ekonomi digital terbesar di ASEAN dengan Gross
Marchandise Value (GMV) mencapai USD44 miliar menurut laporan e-Conomy SEA yang
dirilis pada tahun 2020 lalu.
Berbagai
capaian digitalisasi yang impresif tersebut telah dibarengi dengan upaya
standarisasi produk yang dilakukan Pemerintah guna menjamin terpenuhinya
hak-hak konsumen dalam bertransaksi di platform digital. Instrumen
standardisasi nasional juga terus dimaksimalkan guna memberikan perlindungan
pasar dalam negeri, sebagaimana yang diterapkan pada negara maju seperti
pengenaan Non-Tariff Measures (NTMs) dalam bentuk Technical Barrier to Trade
(TBT) berupa penerapan standar produk.
Berbagai
strategi untuk standardisasi dan penilaian kesesuaian yang dilakukan Pemerintah
yakni peningkatan pengembangan SNI, peningkatan ketertelusuran pengukuran
nasional, peningkatan akreditasi Lembaga Penilaian Kesesuaian, peningkatan tata
kelola penerapan standar dan penilaian kesesuaian, peningkatan ketersediaan
Lembaga Penilaian Kesesuaian, peningkatan penerapan regulasi teknis berbasis
risiko, serta peningkatan akses, kapasitas, dan kualitas pemangku kepentingan.
Sesmenko
Susiwijono menjelaskan bahwa selain melaksanakan berbagai strategi tersebut,
Pemerintah juga telah melakukan penguatan terhadap Badan Standardisasi Nasional
(BSN) selaku competence authority dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Regulasi tersebut
bertujuan untuk memberikan landasan bagi BSN untuk memperluas cakupan SNI yang
disusun berdasarkan konsensus semua pihak baik Kementerian/Lembaga, pelaku
usaha swasta, dan kesepakatan internasional.
0 komentar:
Posting Komentar