Indonesia menyerukan
perlunya tatanan dunia yang berdasarkan paradigma kolaborasi dalam menghadapi
tantangan global. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) RI,
Retno LP Marsudi, saat berbicara di Sidang Majelis Umum (SMU) PBB ke-77, di New
York, Amerika Serikat.
“Indonesia
menawarkan tatanan dunia yang berbasis paradigma baru. Paradigma win-win, bukan
zero-sum. Paradigma merangkul, bukan mempengaruhi (containment). Paradigma
kolaborasi, bukan kompetisi. Ini adalah solusi tansformatif yang kita butuhkan,”
ujar Retno.
Retno
mengungkapkan, kondisi saat ini sangat mengkhawatirkan di tengah pandemi yang
berkepanjangan, ekonomi dunia yang masih kelam, perang yang bukan lagi sebuah
kemungkinan tapi sebuah kenyataan, dan pelanggaran terhadap hukum internasional
yang telah menjadi norma untuk kepentingan sebagian.
“Krisis pun
datang silih berganti, dari pangan, energi, hingga perubahan iklim. Seharusnya
dunia bersatu untuk mengatasinya, namun sayangnya, dunia justru terbelah,
sehingga menyulitkan kita berupaya mengatasi kondisi ini,” ujarnya.
Retno
memandang, kurangnya kepercayaan antarnegara (trust deficit) memicu kebencian
dan ketakutan, sehingga dapat berujung pada konflik. Hal ini terjadi di
berbagai belahan dunia. Untuk itu, trust deficit harus diubah menjadi
kepercayaan strategis (strategic trust).
“Ini harus
diawali dengan penghormatan terhadap hukum internasional. Prinsip kedaulatan
dan integritas wilayah tidak bisa ditawar. Prinsip-prinsip ini harus senantiasa
ditegakkan. Penyelesaian masalah secara damai harus menjadi satu-satunya solusi
untuk setiap konflik,” ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar