Peretas (hacker) bernama Bjorka membocorkan data pemerintah hingga pejabat negara. Menyusul hal tersebut, Jokowi membentuk tim darurat. Tim itu akan dibentuk dengan menggandeng sejumlah kementerian/lembaga, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN). Kemudian, ada Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri yang akan bergabung dalam tim untuk melakukan asesmen.
Ada emergency response team untuk menjaga tata kelola data yang baik di Indonesia kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate usai bertemu dengan Jokowi di Istana.
Johnny mengatakan data yang diretas oleh Bjorka merupakan data umum, bukan data spesifik. Pemerintah telah berkoordinasi dengan berbagai lembaga terkait kebocoran data tersebut. "Bukan data yang terkini.
Sebelumnya, hacker Bjorka mengklaim dirinya memiliki 26.730.797 data histori browsing pelanggan IndiHome, termasuk Kartu Tanda Penduduk (KTP), email, nomor ponsel, kata kunci, domain, platform, dan URL. Data yang dijual di breached.to tersebut diklaim berasal dari periode Agustus 2018 hingga November 2019.
Selain itu, ia menyimpan 1,3 miliar data sim card ponsel. Bjorka mengaku dirinya mendapatkan data ini dari sistem Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Dia mengunggah dua juta data sampel Sim Card ponsel masyarakat Indonesia di situs Breached. Data yang diduga bocor itu meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telepon, nama penyedia layanan atau provider, dan tanggal pendaftaran. Kemudian, peretas itu menjual 105 juta data diduga milik warga negara Indonesia. Data yang dijual berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau terkait pemilu. Terbaru, Bjorka mengaku dirinya meretas sistem surat menyurat milik Presiden Jokowi selama 2019 - 2021, termasuk dari Badan Intelijen Negara (BIN). Jumlahnya diklaim 679.180 dokumen berukuran 40 MB setelah diperkecil kapasitasnya dan 189 MB sebelum dikompres.
0 komentar:
Posting Komentar